Jumat, 14 September 2012

CERDAS DAN BERAKHLAK

MENJADIKAN ANAK CERDAS DAN BERAKHLAK Dari Abu Hurairah Radihiyallohu anhu, Rasulullah saw bersabda : “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi yahudi, nasrani atau yahudi ..” Peran seorang ibu sangatlah besar bagi anak-anaknya. Ibu adalah orang yang terdekat dengan anak-anaknya. Nyaris setiap hari ibu bersama mereka. Tidak dapat diragukan, ibu adalah inti di tengah keluarga, bahkan di masyarakat. Ibu dapat memberi pengaruh yang kuat pada diri anak-anak, baik melalui perkataan, keteladanan, cinta dan kasih sayang. Anak-anak senantiasa menyerupai ibunya, jika ibu menegakkan hukum-hukum Allah swt dan mentaati-Nya, berpegang kepada akhlak-akhlak Islam, anak tentu akan tumbuh dengan akhlak tersebut. Jika akhlak ibu buruk, tidak menegakkan hukum-hukum Allah swt dan buruk pergaulannya, anak akan tumbuh memiliki sifat-sifat yang buruk. “Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS Al Anfal : 28) “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS At Taghabun : 15) Pada periode-periode awal dari kehidupannya, anak menerima pengarahan dari kedua orang tuanya. Maka tanggung jawab untuk mengarahkan berada di atas pundak orang tua. Sebab di periode ini paling penting dan sekaligus rentan. Periode BERKATA DAN MENIRU. Anak belajar akhlak dari ayah dan ibu serta orang dewasa di sekitarnya dengan suka rela, tanpa mendebat dan menentangnya. Maka PENGARAHAN DENGAN KATA-KATA dan KETELADANAN dalam prinsip-prinsip Islam adalah mutlak. Mantapkan penanaman iman, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, lalu membiasakan anak dengan ibadah. Al Ustadz Nashih Ulwan dalam bukunya Tarbiyatul Aulad menyatakan, “Keteladanan dalam pendidikan merupakan sarana yang paling efektif dan berpengaruh dalam mempersiapkan anak, baik dari segi akhlak, pembentukan jiwa dan sosialnya.” Jika pendidik (orang tua) orang yang baik, berakhlak mulia, maka anak tentu akan berakhlak mulia. Sebaliknya apabila pendidik berakhlak buruk, anak-anakpun tumbuh menjadi anak yang berakhlak buruk, sekalipun punya potensi (fitrah) untuk menjadi baik. Kesimpulannya antara pengarahan dengan perkataan baik harus diikuti oleh keteladanan. “ Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS Ash Shof : 3) Kemudian, dalam memperlakukan anak harus didasari dengan cinta dan kasih sayang. “… dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, …”(QS Al Baqarah : 83) Al Bukhari menyampaikan nasehatnya, “Hendaklah engkau lemah lembut, dan jauhilah kekerasan dan kekejian.” Rasulullah saw merupakan teladan kita dalam hal kelembutan, baik kepada keluarga maupun sahabat dan umatnya. Sangat penting, mendoakan kebaikan bagi anak, sebagaimana doa Nabi Ibrahi as : “ Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. (QS Ibrahim : 40) "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS Al Furqan : 74)